Thursday, April 4, 2013

Berburu Buku di Delhi

Sebagai penimbun pecinta buku, saya selalu menyempatkan diri untuk singgah ke toko buku dan beli minimal satu buku dari setiap kota/negara yang baru saya kunjungi.
Tapi waktu saya membuat rencana liburan ke India, dengan semangat saya langsung siapin 1 koper kosong khusus buat nampung buku. Oohh...I know for sure that the voracious reader in me that always get itchy would get a big nice scratch in India.

India emang terkenal dengan buku-buku murahnya, terutama textbook kuliah (apalagi textbook kedokteran). Jaman kuliah dulu, sebagai mahasiswa pecinta barang murah kualitas bagus bilang aja mahasiswa ngepas, textbook terbitan India jelas jadi incaran. Kualitasnya sama dengan textbook terbitan Jerman ato US, dengan harga setengahnya. Siapa yang gak ngiler coba? Dan sejak itu, saya penasaran pengen buktiin semurah apa sih harga buku di sana.

Makanya ketika tahu bakal ke Delhi yang adalah salah satu pusat buku di India, dengan semangat saya pun langsung cari info. Ada banyak toko buku dan beberapa book market di Delhi sebenarnya. Tapi karena keterbatasan waktu, saya cuma sempat singgah ke tiga tempat ini :


1. Darya Ganj

source
Darya Ganj adalah sebuah jalan/daerah yang terletak di kawasan Old Delhi. Di sini ada book market yang sudah berjalan selama +/- 300 tahun. Khas dari Darya Ganj adalah pasar buku ini hanya beroperasi tiap hari Minggu. Kalo kamu datamg di hari lain, dipastikan gak akan nemu satu penjual buku pun.

Semua penjual akan menjajakan bukunya di trotoar, dan bisa kita liat sepanjang jalan kenangan yang panjang itu ada puluhan ratusan jutaan buku terhampar di tepi jalan. Saya sempat euphoria dan lupa diri waktu pertama datang ke sini. "Buku! Buku!! BUKU!!!" jeritan batin saya lengkap dengan liur yang menetes (okay...ini jorok) X).

Lalu dengan semangat, saya pun mulai jabanin satu demi satu penjual bukunya. Sayang, antusiasme saya short-lived. Kenapa?
Jadi gini, sebelumnya saya sudah tahu kalo di Darya Ganj itu kebanyakan jual buku bekas. Dan saya gak masalah dengan itu. Malah saya excited banget karena dari info, harga buku second-nya rata-rata seperempat harga buku baru. Huaaa....asik banget!

Tapi ternyata, bukan cuma buku second yang ada di sini. Banyak buku bajakan, bahkan ada yang jual secondnya bajakan. Untunglah kemampuan pembajak di India belum secanggih di Indo, jadi lumayan gampang bedain mana bajakan, mana asli.

Dan kamu mesti pinter liat buku second juga. Banyak yang kondisinya gak bagus seperti halaman yang hilang, sobek ato cover yang terkoyak. Dan terutama, janganlah puas di penjual pertama yang kamu temui. Coba liat penjual lain. Karena bisa aja kamu nemu si A jual buku second dengan harga yang sama dengan si B yang jual buku baru.

Lalu, sebagian besar penjual buku di sana seenaknya campurin buku kuliah dengan novel fiksi. Yah rata-rata penjual mau bantuin kamu cari buku inceran sih, masalahnya customer kan bukan cuma kamu. Jadi bersiaplah untuk ubek-ubek sendirian.
Berhubung itu daerah terbuka, jadi hawanya sungguh PANAS. Dan percayalah, diterjang matahari nan garang di India sambil ubek-ubek nyari buku, belum lagi kadang musti rebutan dengan customer lain ditambah perang tawar harga sama penjualnya, bukanlah kombinasi yang nyaman untuk belanja.

source
Emang saya yang salah sih. Mestinya saya datang sekitar jam 8 pagi waktu pasar-nya baru mulai beroperasi, pembeli belum banyak dan penjual masih asik untuk diajak adu tawar harga. Instead, saya malah datang jam 1 siang, saat matahari lagi kambuh jiwa eksibisionisnya dan mood penjual udah drop.
Jadi yah, kalo kamu mau ke Darya Ganj,  please datanglah sepagi mungkin. Dan siapkan air mineral sebotol serta mental baja untuk nawar. Hati-hati, berhubung kamu turis harganya bisa naik menggila. Memang sih, harga yang mereka kasi masih lebih murah daripada harga pasaran dan sebagai orang Indo, saya udah girang aja dapat harga murah gitu. Tapi teteeepp, kudu nawar lagi.

Contohnya nih, waktu saya mau beli seri A Song of Ice & Fire. Harga resmi per bukunya 400 Rs (1 Rs = 200 IDR), saya dikasi harga 250 Rs (50rb). Saya girang dong. Di Jakarta mana dapat harga segitu untuk buku import ASOIF? Tapi temen saya yang orang India itu langsung bantu nawar dan akhirnya saya dikasi harga 100 Rs (20 IDR) per buku. However, saya gak beli banyak buku di sini. Cuma beli ASOIF dan dua buku terbitan BBC tentang sejarah kaum Sikh.

Oya, satu tips tambahan, kalo mau ke Darya Ganj jangan bawa apa-apa selain hp, dompet dan botol aqua. Kalo bisa malah cukup bawa duit aja, dompetnya ditinggal. Buat cewe : jangan bawa handbag deh, selain ribet juga rawan copet. Kecuali punya teman ato pendamping yang bisa disuruh jagain tas sementara kamu asik bongkar buku. Karena itu pula saya gak bisa foto sendiri situasi di sana dan akhirnya dibantu Om Google :'( .  Kalo mau baca-baca lagi tentang Darya Ganj, bisa coba ke link ini dan link ini atau link ini.

2. Nai Sarak Road

source

Hampir mirip dengan Darya Ganj, di sini juga sebuah jalan yang kiri kanannya penuh toko buku. Bedanya Nai Sarak buka di hari kerja (tutup di hari minggu karena para penjualnya ngampar di Darya Ganj) dan buku tidak dijajakan di trotoar, tapi dalam toko atau kios.
So yah...relatif lebih nyaman lah.

Dari info sih, Nai Sarak ini lebih dikenal sebagai pusatnya buku kuliah. Kalo kamu desperate nyari textbook, cobalah tengok Nai Sarak. Besar kemungkinan kamu bakal nemu textbook yang dimaksud di sana.
Dan waktu ke sana juga saya perhatiin sepanjang jalan kebanyakan sih toko yang jual buku kuliah. Malah ada toko yang spesifik menegaskan jual buku kuliah akunting atau hukum atau kedokteran. Tapi masih ada kok toko yang spesialis jual children book, second book bahkan ada juga toko yang jual semua jenis buku.
Lumayan gampang menentukan toko mana yang sesuai dengan kebutuhanmu di Nai Sarak, karena setiap toko punya papan nama yang merinci jenis buku yang dijual, dari etalasenya juga udah kelihatan.

source
Oya, Nai Sarak itu gang kecil yang menghubungkan 2 jalan besar di Delhi. Untuk ke sana, gak bisa naik mobil. Jadi siap aja naik becak ya. Jangan kepikir jalan kaki deh untuk menyusuri sepanjang Nai Sarak. Kenapa? Soalnya saya yakin kamu bakal kalap belanja dan nantinya repot bawa belanjaanmu. Kalo ada becak kan enak. Dan kalo kamu mau jalan kaki menyusuri Nai Sarak, si becaknya bisa ngikutin. Kalo mau murah sih, sewa aja becaknya untuk 3-4 jam gitu, lebih murah dan praktis (kayaknya ini saran yang gak penting ya? XD)

Anyhoo...berhubung auranya di sini mirip kayak Darya Ganj, jadi same rules applied.
You know : datang pagi sebelum ramai supaya enak nawar buku-nya, waspada copet jadi bawa barang seringkas mungkin, hati-hati sama buku palsu. Dan perhatiin juga, jangan sampe kamu beli buku palsu dengan harga baru.

Oya soal buku palsu ini, saya heran. Jadi saya perhatiin, kalo customernya orang India, si penjual jujur kasi harga buku palsu (paling mahal 100 Rs, setebal apapun itu), tapi kalo ke saya (turis) kok dikasi harga buku baru resmi ya? Jadi dia ngarepin saya tertipu beli buku bajakan dengan harga resmi. Emang dia kira saya gak bisa bedain mana buku palsu dan asli apa?
Hih! Sorry! Sebagai orang Indo, saya lebih terlatih bedain barang piracy dan genuine daripada situ. Huh! (eh mestinya gak usah bangga ya? XD).

So balik ke toko bukunya. Setelah singgah di beberapa toko (dan ilfil karena ditawarin buku palsu) juga liat-liat buku second, saya pun memilih belanja di Sagar Book Depot. Soalnya saya liat di situ lengkap : dari buku second sampe baru ada, semua bukunya asli dan shopkeepernya sangat membantu (penting banget ini!).
Dan di sinilah, saya menggila belanjanya (_ _"). Apa aja yang saya beli? Sila cek foto ini :


Untuk semua buku itu, saya habis sekitar 3000an Rs. Tentu itu setelah nawar lagi, kalo gak nawar entah deh habis berapa. Sebagai ilustrasi, ini saya tunjukkin ya :

1. Harry Potter boxset itu harga resminya 3300 Rs (sekitar 660 IDR). Saya dikasi diskon 30% jadi 2300 Rs (460 IDR) dan masih ditawar lagi jadi 1500 Rs.
2. Midnights Children itu mestinya 400 Rs, dikasi harga 300 Rs, harga akhir jadi 200 Rs
3. Fifty shades of grey boxset juga dari 1200 Rs jadi 700 Rs
4. Anna Karenina & Godfather yang tadinya 350 Rs jadi sekitar 175 Rs.
Yah saya masih bisa terus kasi list harga buku, tapi kamu sudah dapat gambarannya kan? Cobalah mulai tawar diskon 50%. Dan makin banyak beli, tentu diskonnya makin besar.

3. Jain Book Depot

source
Toko buku yang terletak di Connaught Place ini salah satu toko buku milik pemerintah. Artinya semua buku yang ada di sini dijamin asli tapi juga harga pas tanpa diskon :D. Suasananya nyaman (mirip suasana di Toga Mas ato Gramedia), shopkeepernya sangat membantu dan pilihan bukunya luas. Kalo kamu cuma mau beli 3-4 buku sih (apalagi kalo yang diincer buku baru), mendingan ke Jain saja soalnya mudah dijangkau aksesnya. Agak repot ya jauh-jauh ke Nai Sarak cuma buat beli sedikit buku, soalnya besaran diskon di Nai Sarak kan tergantung belanjaanmu.

Jain Book ini sebenarnya nama salah satu penerbit lokal di India dan toko di Connaught Place ini salah satu outlet mereka. Biar gitu, yang dijual gak hanya buku-buku terbitan Jain kok. Dan toko ini punya gudang besar entah di mana. So kalo gak nemu buku yang kamu cari, tanya aja ke shopkeepernya. Mereka mau kok cariin ke gudangnya, biarpun kamu cuma nyari 1 buku aja.

Di Jain ini juga saya jadi ngeh kalo ternyata ada beberapa buku yang diterbitkan khusus untuk dijual di India dan harganya bisa lebih murah. Jadi gini, beberapa publisher internasional seperti Penguin, Random House dan Harper Books punya pabrik sendiri di India. Lalu tiga publisher itu mencetak buku yang khusus dijual di India dan buku yang untuk kualitas export (kertas putih). Nah buku yang khusus dijual di India ini lebih murah daripada yang export.

Sebagai contoh, The Book Thief-nya Markus Zusak dijual 2 versi di Jain Books ini. Ada versi terbitan Random House untuk export dengan harga 350 Rs (70 IDR) dan khusus untuk India yang harganya 200 Rs (40 IDR) saja.
Gimana taunya mana yang dipasarkan khusus India dan mana yang buat eksport? Gampang sih. Liat aja di backcover bukunya. Kalo khusus India, biasanya ditulis : "For sale in Indian subcontinent only". Ato kadang ditulis : "For sale in Indian, Pakistan, Nepal only". Untuk info lebih jauh tentang Jain, bisa dicek di web mereka.

Saya gak beli banyak buku di Jain, soalnya tujuan awal ke sini cuma cari textbook kuliah titipan adik saya. Itu pun cuma sekadar mampir sebelum ke bandara. Tapi tetap ya, kalo gak bawa pulang 1-2 buku rasanya ada yang kurang. Jadi saya beli 3 buku ini di Jain :


4. Sebenarnya selain tiga tempat di atas, masih banyaaakkk toko buku di Delhi. Dan banyak juga yang menjajakan bukunya di trotoar.
Nah sehubungan dengan itu, saya mo bilang aja kalo di seberangnya Jain Book Depot itu kan ada perempatan. Belok kanan dari perempatan itu, kamu bisa nemu penjual buku di trotoar ini (sayang saya gak sempat foto karena buru-buru). Saya liat sih koleksinya lumayan lengkap, bukunya asli (seenggaknya yang saya lihat) dan harganya diskon 10% dari harga di Jain. Malah kalo mau tawar, penjualnya bisa kasi diskon 25%-30%. So kalo kamu lagi ada di sekitar Connaught Place dan mau singgah beli buku, saran saya sih tengok ke penjual ini deh sebelum ke Jain Book Depot.

Yah hanya segitu sajalah book trip saya di Delhi. Sayang sih, saya cuma 2 hari di sana, jadi gak sempat datangin berbagai book store di Delhi. Kalo diliat dari list yang di link ini sih, sepertinya saya butuh waktu 1 minggu di Delhi, khusus buat trip ke book store-nya aja ^__^
(Dan saya juga butuh bagasi 50 kg dan cash yang buanyaakkk. Bikin ngiler semua sih) X).
Dan memang ya, India itu surganya book lover. Lucky them for that part. :)

Monday, April 1, 2013

Harry Potter & The Prisoner of Azkaban


 Data Buku :
Judul : Harry Potter and The Prisoner of Azkaban
Penulis : J.K. Rowling
Penerbit : Bloomsburry Publishing
Bahasa : Inggris
Tahun Terbit : 2000
Format : Hardcover
Rating : 5 out of 5 stars

Yay...Hotter Potter udah masuk bulan ke-3 dan artinya udah 3 buku Harry Potter yang saya re-read. Gak nyangka, dari sekian challenge yang saya ikuti, saya malah paling committed sama Hotter Potter ini :)).
But I can't help it. Soalnya cerita Harry Potter makin ke belakang makin seru dan bikin nagih X).
Oiya, sebelum lanjut, saya kasi warning dulu ya kalo review ini bakal penuh SPOILER. 

Harry Potter menjalani tahun ke-3 yang sibuk di Hogwarts. You know, mata pelajaran yang makin banyak dan berat, jadwal latihan Quidditch yang makin ketat (apalagi ditambah ambisi kapten tim untuk memenangkan Quidditch Cup berhubung ini tahun terakhir sang kapten), belum lagi ulah kedua sahabatnya Ron dan Hermione yang sepertinya susah banget berdamai. Dan perselisihan mereka makin sengit sejak kucing peliharaan Hermione selalu mengincar tikus peliharaan Ron.
Jadi ketika Harry tahu tentang narapidana yang kabur dari Azkaban, awalnya dia gak peduli. Ya, Sirius Black (si napi) memang membunuh banyak muggle dan ya, karenanya keamanan di Hogwarts musti diperketat. Tapi itu bukanlah fokus utama Harry.

Sampai kemudian dia menemukan hubungan masa lalu antara Sirius Black dan kedua orang tua Harry serta peran Sirius pada malam yang mengubah hidupnya 13 tahun lalu.
Wajar kalo Harry merasa marah dan dikhianati sehubungan dengan Sirius Black ini.
Tapi ternyata, bukan hanya itu rahasia yang tidak diketahui Harry. Kenyataan tentang malam bersejarah itu sungguh jauh di luar perkiraan Harry.
It's not Rowling if she doesn't have some twists up her sleeve. And what a twist it was.
Bravo Rowling!
“But you know, happiness can be found even in the darkest of times, if one only remembers to turn on the light." -Albus Dumbledore-
Setelah kelar baca ulang buku ini, maka bisa saya katakan tanpa ragu bahwa Harry Potter & Prisoner of Azkaban (POA) akan selalu menjadi buku terfavorit saya dari seri Harry Potter ini.

Di buku ini, Harry & the gank sudah cukup dewasa, konfliknya juga makin berat, persahabatan mereka (untuk pertama kalinya) teruji dengan perselisihan. Tapi toh mereka belum sedewasa itu hingga konfliknya bisa jadi terlalu berat, masih terasa hawa innocence khas kanak-kanak di buku ini. Oh I love this "i'm-not-a-kid-not-yet-an-adult" phase.

Dan ada Quidditch Cup!
Oh...I'm so excited. Quidditch di tahun ketiga ini paling seru dan menegangkan karena yah...kita bisa lihat Harry dan team Gryffindor masuk ke babakl final (akhirnya!). Dan pertandingan finalnya itu seru banget. Saya ingat, pertama kali baca adegan itu, saya gak bisa berhenti. Saya bahkan ikut menandak-nandak saking excited-nya. Dan kemarin, excitement yang sama kembali saya rasakan. Yep, adegannya masih seseru itu ternyata.

Lalu ini satu-satunya buku dimana pelajaran Defense of Dark Art mendapat guru yang "beres" (yaaa kalo werewolf bisa dianggap beres sih). Dan guru yang "beres" ini membuat saya lebih paham dunia Harry Potter. Saya jadi tahu dengan makhluk semacam Grindylow, Red Caps, Kappa, dll.

Dan 2 makhluk favorit saya :
1. Dementor, yang bisa menghisap seluruh kebahagiaan manusia di sekitarnya dan bahkan memberi dampak buruk kepada beberapa orang tertentu.
But what's interesting about dementor is the patronus charm (a charm to banish dementor). I like JKR's idea about this whole dementor thing.
See...actually we're all have our own dementor, something or someone that could depress us and suck our happiness away. BUT...dementor can be fought. As long as you keep that happy memory and positive attitude inside you, then for sure you could beat that dementor.

2. Boggart. Ini satu lagi makhluk paling menarik dari dunia Harry Potter. Saya selalu penasaran, kira-kira apa bentuk boggart saya ya? Dulu saya pikir badut ato cicak. Tapi sekarang?
Hmm...saya sangat yakin, boggart saya bukan itu.
But what's more intriguing about boggart is how to finish it. Lupin said the thing that really finishes a boggart is laughter. So...according to Rowling, the way to conquer your fear is by laughing about that,  no matter how scare you actually are, just stay calm and don't forget to find the funny side of that.
That's a cool philosophy, Ms. Rowling. Gotta keep that in mind. 
(PS : Bye the way, since my (maybe) greatest fear now is death, could I say that I laugh in the face of death?)

Tapi yang paling saya suka dari buku ini adalah mixed emotions yang saya rasakan sewaktu membacanya. Bermula dari suasana lazy-summer sewaktu Harry bersantai di Diagon Alley, lalu penasaran tentang apa itu dementor dan kenapa Harry punya reaksi yang ekstrim, ikut merasakan serunya kelas Defense of Dark Art di bawah asuhan Lupin, ikut ngerasa "gak-nyangka" waktu tahu tentang kasus Sirius 13 tahun yang lalu, ketegangan di final Quidditch, kembali bengong waktu tahu fakta sebenarnya dan hubungan Sirius dan James-Lily Potter, ikut merasakan antusiasme Harry waktu dia berpikir akhirnya bisa keluar dari rumah Dursley dan...kecewa ketika ternyata takdir berkata lain.
What a rollercoaster reading experience it was :).

Biar gitu, saya punya kebingungan tersendiri pada buku ini, terutama sih dengan keberadaan time turner dan marauder's map itu.
Jadi pertanyaan ini bermula dari kalimat berikut :

"The important thing is, I was watching it carefully this evening, because I had an idea that you, Ron, and Hermione might try and sneak out of the castle to visit Hagrid before his hippogriff was executed."  - Remus Lupin-

 Hmm...jadi kalo Lupin memang memperhatikan Marauder's Map dengan seksama, kenapa dia gak nyadar kalo ada 2 Harry dan Hermione waktu adegan "pembantaian" Hippogriff itu?
Pertanyaan yang sama juga bisa diajukan ke Snape waktu dia melihat ke Marauder's Map. Okelah...mungkin Snape memang gak mengamati peta dengan seksama, jadi dia gak ngeh dengn dobel Harry & Hermione, tapi kenapa dia gak ngeh dengan keberadaan Peter Pettigrew? Mereka semua di ruangan yang sama kan?
Ah..again, one of my unanswered questions.

Tapi tetap saja, saya beranggapan JKR memang jenius dengan seri Harry Potter ini. This is just one of those series you can't put down until you've read the last line and then you're anxious to pick up the next in the series. And this third book made that anxious feeling grew even more.

PS : Oya...jadi ingat kalo saya juga masih gak nangkap waktu Dumbledore bilang gini : "the time may come when you will be very glad you saved Pettigrew’s life". When? Kapan ya Harry pernah mensyukuri fakta itu? Dan kapan Voldemort pernah terganggu dengan fakta bahwa seorang pembantunya berhutang kepada Harry?
Hmm....sepertinya saya harus memperhatikan buku-buku berikutnya lebih seksama.

Saturday, March 2, 2013

Harry Potter & The Chamber Of Secrets

Data Buku :
Judul : Harry Potter and the Chamber of Secrets

Penulis : JK Rowling
Tahun Terbit : 1998
Penerbit : Bloomsburry
Jumlah Halaman : 251
ISBN : 0747538492
Rating : 3 out of 5 stars

Sinopsis :

Ever since Harry Potter had come home for the summer, the Dursleys had been so mean and hideous that all Harry wanted was to get back to the Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry. But just as he's packing his bags, Harry receives a warning from a strange, impish creature who says that if Harry returns to Hogwarts, disaster will strike.

And strike it does. For in Harry's second year at Hogwarts, fresh torments and horrors arise, including an outrageously stuck-up new professor and a spirit who haunts the girl's bathroom. But then the real trouble begins - something is attacking Hogwarts students, turning them into stone. Could it be Draco Malfoy, a more poisonous rival than ever? Could it possibly be Hagrid, whose mysterious past reveals dark secrets? Or could it be the one everyone at Hogwarts most suspects ... Harry Potter himself!


Spoiler Alert!

Dari ke-7 buku Harry Potter, buku ke-2 ini my least favorite, malah satu-satunya buku yang gak pernah saya baca ulang sebelum event Hotter Potter ini.

Please note, bukan berarti saya menganggap buku ini jelek. Jauuuhh dari itu.
Buku ini punya twist yang keren, salah satu twist terkeren di serial ini malah.
Maksud saya, siapa sih yang bisa nebak kalo pelaku utamanya adalah sebuah diary?  Mana ada sih yang nyangka kalo sebuah memori yang disimpan dalam diary bisa bertindak sejauh itu? (Well...saya sih gak nyangka :p)
Lalu anagram Tom Marvolo Riddle itu? Cool! Di sini lah JKR pertama kali memperkenalkan konsep horcrux dan saya sih gak nyangka horcrux itu berperan penting nantinya. Keren, bu Rowling!

Saya juga suka dengan kemunculan Lockhart di sini. Iya, emang sih dia tuh narsis ngeselin. Tapi se-ngeselin apapun dia, buat saya mah kelakuan Lockhart itu jadi penyegar di suasana muram buku ke-2.
Dan saya juga suka pada fakta betapa buku ini jadi fondasi untuk aspek yang berperan dalam serial ini nanti, contohnya : horcrux, awal romansa/debat Ron-Hermione (it's cute anyway), mantra Expelliarmus yang jadi salah satu mantra andalan Harry, juga perkenalan lebih jauh dengan Ginny Weasley (saya termasuk yang gak nyangka kalo Ginny berperan dalam hidup Harry nantinya.).

Satu lagi yang saya sukai, buku ini adalah satu-satunya buku dalam serial ini yang hanya berpusat pada 1 misteri aja. Konfliknya tidak berhubungan dengan masa lalu Harry, malah membuka masa lalu Voldemort dan Hagrid. Sapa sangka ya ternyata Voldemort dan Hagrid itu sejaman sekolahnya. Dan di sini juga Harry pertama kali menggunakan kemampuannya sendiri untuk bertarung. Kalo di buku 1 kan bisa dianggap menang karena beruntung tuh. 

Jadi dengan semua itu sebagai pertimbangan, saya mengakui buku ini bagus, 5 bintang malah.
Tapi saya ngasi rating bukan berdasarkan bagus enggaknya suatu buku, tapi berdasarkan seberapa besar kesukaan saya (memang subjektif kok rating saya) terhadap buku tersebut.
Dan kalo tolak ukurnya adalah suka, maka rating saya 3 bintang juga.

Here's my reasons :

1.Semua buku di serial Harry Potter ini tipikal ya dalam segi timing konfliknya.
Di bulan-bulan awal masa sekolah itu gak ada yang berarti. Yah ada lah sedikit konflik sini dan sana, tapi gitu aja. Sampe akhirnya muncul beberapa masalah seiring berjalannya waktu. Lalu mencapai klimaks di akhir masa tahun ajaran.
Kenapa sih harus selalu (selalu!)  menjelang tahun ajaran berakhir baru klimaks? Kenapa Voldemort ato pun kroninya baru muncul setelah musim ujian selesai?
Saya bisa nangkap pemilihan waktu di buku 1 karena Quirrell menunggu Dumbledore pergi, begitu juga di buku ke-3 dan seterusnya, tapi untuk buku ke-2 ini, saya gak menemukan alasan kuat.
I mean, Dumbledore udah pergi dari Hogwarts di 1/3 akhir buku. Jadi apa yang membuat pewaris Slytherin menunggu hingga ujian selesai baru melakukan tindakan drastis? Kenapa gak langsung setelah Dumbledore pergi?

2. Saya mendeteksi adanya kecenderungan Rowling menjadikan tokoh Dumbledore ato Hermione sebagai pengisi plot hole.
Ada sesuatu yang kurang jelas di sepanjang cerita? Hermione yang bakal menjelaskan.
Sampe akhir buku masih ada bagian yang kurang jelas maupun pertanyaan yang belum terjawab? Tenaaangg, the Mighty Dumbledore punya semua jawaban. Dari jawaban penyebab Harry mampu menangkal kutukanVoldemort saat bayi sampai ke jawaban apakah Harry layak masuk Gryffiondor, semua ada di Dumbledore.
Nothing's wrong with this way. Cuma aja saya ngerasa jenuh dengan pengisian plot hole ala Rowling.

3. Dan karakter-karakter Harry Potter ini hitam putih banget.
Sepertinya di kamus Rowling gak ada isitilah karakter abu-abu. Either you're a good people or a bad one.
Hal itu kerasa banget di buku ini.
Semua karakter antagonis masuknya ke Slytherin. Kok saya gak nyaman dengan konsep pembagian kayak gini. Rasanya kok ya Hogwarts itu pasrah-pasrah saja ya dengan murid yang berpotensi antagonis? Gak ada kah usaha untuk mengubah mereka?

Lalu masih menyangkut karakter antagonis, saya pengen membahas Draco Malfoy.
Mungkin cuma saya aja yang kayak gini, tapi saya selalu pengen percaya tiap orang tuh punya area abu-abu. Dan karenanya saya selalu berpikir ada sisi baik dalam diri Draco, ato minimal sisi rapuhnya lah yang membuat dia lebih manusiawi. Di buku ini, Rowling punya kesempatan untuk nunjukkin sisi lain Draco waktu Ron dan Harry menyamar jadi Crabbe dan Goyle. But noooo....Rowling tetap milih menunjukkan Malfoy dengan "pesona"nya yang biasa.

Well...saya sangat sadar kalo 3 point yang saya sebutkan di atas ada di buku-buku berikutnya juga.
Lalu kenapa cuma saya anggap menganggu di buku ke-2 ini?
Karena di buku ini saya pertama kali "ngeh" dengan hal tersebut. Di buku ke-1 saya masih (terlalu) terpesona dengan dunia Harry Potter sedangkan pada buku ke-3 sampe ke-7, saya udah bisa nerima hal ini dan sudah berdamai dengannya haish....segala damai X))

Sunday, February 17, 2013

An Unexpected Letter for Hermione

Hi Hermione,

I know you must be surprise for receiving this letter. Well...I surprise myself also for writing it.

The thing is...errmmm...there's something I wanna talk to you (and ask for that matter), but I'm so nervous about it. So Harry suggested me to write it in letter. He said I could try and if you're okay and not offended by what I said, then I could proceed and ask the real question. I think that's a good idea, so here I am, trying...

What I wanna say is...errr...ehhmm...oh shoot! Why is it so hard, Hermione? I mean, it's you, it's us. It's usually easy for me to say anything I want to you, so this nervousness is killing me. Well not literary kills me since I could still write for now, but you already know that and I'm rambling. Great! ( ps : Harry & Ginny are rolling their eyes now at me).

Okay, so back to topic. This is us, so it should be easy.  There are many aspects that I like from us.
I like that we are so equal. Remember those days when we fought Voldemort alongside Harry? I like how we took turns being more or less prominent in Harry’s fighting, how we took turns being his solution or another source of his headache, but whatever we did, we never overpowered the other. We kicked butts together.

And talk about the equal, ever heard how people comments that we are the opposite attraction kind of thing?  Yeah, that's true.
I mean, we have a very different background with me coming from a pure blood and you're a muggle born, yet here we are on the same page in this world because in the deepest cores we are far more alike than unalike.

And it's not only our background which make us different. There's also the fact that we have different approaches to life and problems. For us, it's like you're the head and I'm the heart. And...OUCH! (Ginny just kicked me, she said what I just wrote means that you don't have a heart).

Of course, Ginny's wrong. I don't mean to say that.
What I'm trying to say is, you're the type that, when faced with problems, gonna use your head first, because you're a highly logical person who will look past extraneous detail and perceive things clearly.
While I...well....you know me. More often than not, I let my emotion and heart controlled things for me when I should use my brain first. Thank the Good Lord, I have you who teach me how to use my head more often.
See? You equalize me, Hermione.

I also like our bickering. Wait...scratch that. I love our bickering. I love how you could catch up with my wit and sarcastic comments then answer it with smart and more sarcastic comments. Kinda have to admit that I can't get enough of our banters. No one can push my smart-mouth button the way you do.

So with all that above, it's suffice to say that not only I like us, but I also love us.

And it's not only us that I love. Needless to say, I also love you.
You're intelligent, observant, patient, brave, have a kind heart and...Well, I'm sure you're aware of your capabilities. But what you maybe don't know is your influence on me.
You challenge me in your own way.

Remember our days back in Hogwarts? How I used to ask you to just copy your homework? And you said no. You demanded me (well actually it was me and Harry, but somehow it's not right to bring his name into this. Oh no...I'm rambling again. Sorry).
So...you demanded me to try solving it by myself first. I know that the reason you didn't just let me copy them wasn't because you're so tight to the rules (if you were, then why you let us copy your homework once?). But because somehow, you knew that I could do it on my own if only I tried harder. You trusted me back then, and you still continue to trust me untill now.
And your trust has challenged me. Because of that, I'm willing to try harder and be better.

And you also inspire me. How's that, you may ask?
Uhm...here's the back story :
See...it's widely known that you have a vast knowledge in wizarding world. But what's with knowledge about another things? Things outside wizarding, I mean.
So I've got this inspiration to find out any interesting facts about random subjects. I even used encyclopedia to find them.

Okay...I'm sure you know it's a bullshit. Me and encyclopedia?Yeah...pffttt.
I used the internet though (Dean taught me how to use it). And wow...it's a very smart and helpfull tools. I know I used to laugh at some of Muggle's invention coz it's so silly, but not this internet thingy. It's so much easier to just type in some words rather than open a thick encyclopedia and flipping through its pages one by one, don't you think?
(PS : Harry just said I'm rambling again. Sorry)

So...here's what I found :
  • Did you know that cats spend 70% of their lives asleep? You might wanna go check the sleep pattern of your cat. If it doesn't sleep enough, you better do something about that. You're welcome by the way.
  • Did you know that taking a short nap after learning something new can actually help your memory? See... now you know why I always try to get a nap after school-time. To help my memory, what else?
  • Did you know that there's this study titled "The Effect of Peanut Butter on The Rotation of The Earth"? It's a study co-authored by hundreds of physicists and the result is only one sentence long : "So far as we can determine, peanut butter has no effect on the rotation of the earth". Duh...what kind of research is that? See...not all research is great. So uhm...you might wanna tone down your interest on research a bit now. Just a suggestion.
  • Did you know that Apple app store once sold an "I Am Rich" application which cost $999.99 to purchase and the app did nothing? Well I don't know what Apple app store is, but this information's funny though.
  • Did you know that in Germany it's not illegal to try to escape from prison because it's basic human instinct to be free? Wow...I've never been this happy knowing Azkaban isn't on Germany.
  • Did you know that calling 1(781) 452-4077 will actually put you through to the Hogwarts Hotline, where you can learn more information about the school? Wait...what??? So muggles actually know about us? Yeah...so much for secrecy thingy eh?
  • Did you know that fireflies emit light mostly to attract mates? The male firefly will fly, while females will chill out and wait in trees, shrubs or grasses to spot an attractive male. If she finds the one she likes, she’ll signal him with a flash of her own.
So...ehem...with that last piece of fact, comes the most important question and the main reason for this letter :
 "Will you light up your butt for me, Hermione?"
 I mean it for the long haul. Becaue I still have many of these interesting-mind-boggling-but-unimportant facts to tell you and errr...ehmm...because I think we're sort of a forever kind of thing.

Let me rephrase the last question then. Here it is :
"Will you light up your butt for me for as long as we both shall live, Hermione?"

==============================================================

PS :
1. This entry is posted for Hotter Potter's February Meme. Ron & Hermione is one of my favorite couple from Harry Potter's world. Why? It's the same reason why Ron loves "us" and why Ron loves Hermione.

2. This entry also posted for "Surat Cinta Untukmu" event from Ren's blog. I got this idea when I read about this event.

3. All that interesting-mind-boggling-but-unimportant-facts can be found here. That piece about firefly is from Firefly.org

Thursday, February 7, 2013

Pushing The Limits

Judul : Pushing The Limits
Penulis : Katie McGarry
Penerbit : Harlequin Teen
Tahun Terbit 2012
Format : Ebook

 Sometimes it takes only one night to turn your life upside down...

Echo Emerson tampak memiliki segalanya : cantik, cerdas, bakat besar di bidang melukis, termasuk geng siswa populer dan berpacaran dengan seorang bintang basket di SMU mereka.
Namun dalam satu malam semuanya berbalik 180 derajat.
Echo tak ingat apa yang terjadi pada malam menentukan itu. Yang pasti dia terbangun di rumah sakit dengan luka besar di lengannya serta informasi bahwa sang ibu kandunglah pelakunya. Ketika dia kembali ke sekolah, sudah beredar gosip bahwa dia mencoba bunuh diri dan berakibat pada pengucilan Echo. Saat ini yang Echo inginkan hanyalah kembali hidup normal dan itu hanya bisa didapat bila dia bisa mendapatkan memorinya lagi.

Dalam satu malam juga hidup Noah Hutchins berubah drastis.
Tadinya dia adalah bintang basket dengan prestasi akademis bagus dan keluarga harmonis. Namun kebakaran menewaskan kedua orang tuanya dan membuat Noah serta kedua adiknya harus ditempatkan dalam rumah asuh. Karena suatu insiden, Noah ditempatkan di rumah asuh yang berbeda dengan kedua adiknya, hak berkunjung pun dibatasi. Saat ini yang diinginkan Noah hanyalah segera lulus dan mendapatkan hak asuh kedua adiknya.

Berkat campur tangan Mrs. Collins (school conseulor), mereka berdua dipertemukan. Echo perlu uang untuk memperbaiki mobil Aires. Noah butuh bimbingan supaya dia lulus tepat waktu.
Dan dua individu yang terkucil ini menemukan kesamaan di diri satu sama lain. Mereka pun berjanji untuk saling membantu menipu Mrs. Collins demi mencapai "tujuan" mereka.
Akankah rencana  itu berhasil?

Saya membaca buku ini tanpa ekspektasi apa-apa. Yap, saya tahu ratingnya tinggi di Goodreads. Tapi somehow, sinopsis dan covernya tidak membuat saya tertarik.
Ternyata saya sangat menikmati bacaan saya kali ini. And here's why :

1. The Story

Yang saya suka adalah, saya ngerasa bisa "percaya" sama cerita ini. Konflik batin yang dihadapi Echo dan Noah untuk menemukan kembali sedikit dunia lama mereka bisa saya pahami.

Emang sih, agak ngeselin liat betapa pengennya Echo diterima lagi oleh geng popularnya. Padahal dia tahu kalo sebagian besar teman itu meninggalkannya saat dia jatuh. Kok ya masih aja dia mo berusaha untuk masuk kembali ke lingkungan populer itu? Kalo saya sih bakal ngambil sikap : "This is me. Take it or leave it."
Lalu saya teringat kayak gimana situasinya di SMU dulu, gimana pentingnya acceptance di pergaulan. Masa sekolah saya tergolong cukup normal, jadi saya kurang paham perasaan Echo. Tapi saya bisa kebayang gimana gak enaknya dikucilkan. Dan karenanya saya bisa ngerti usaha dia untuk diterima kembali.

Dan Noah...wow...saya malah lebih bisa "relate" dengan inner conflictnya.

See...satu hal dari Echo adalah : at least people in her life still there after "that" incident. Yep things had changed, but no one's dead in her case. And for me, as long as the people still alive then there would always a chance to make things right again. No matter how small that chance is, but it still exists somehow.
"They’d never know that they lost the two most amazing people on the face of the planet. They’d never know how the loss had torn me up every single day of my life."
-
Noah Hutchins-
But Noah is a whole different case.
After that day, he practically lost everything : his parents, his stable life, his future.
Dan yang paling menyakitkan bagi Noah adalah kenangan.
Kenangan akan masa indah yg sudah lewat dan gak bakal bisa kembali. Kenangan akan orang menakjubkan yang sayangnya gak akan dikenal oleh orang banyak. Dan yang paling pahit bagi Noah adalah kedua adiknya tidak mengingat orang tua mereka.

Boy, I know that feeling very well.
My younget brother still a little kid when dad had passed away. And I really want him to know more about this greatest person on earth which is our dad.
Saya ngerti banget kenapa Noah selalu bercerita tentang orang tuanya pada kedua adiknya. Alasan yang sama yang bikin Noah pengen banget tinggal bareng adiknya seperti dulu. Supaya ada perasaan semuanya masih tetap sama dan bahwa orang tua mereka akan selalu "diingat".

Saya gak bilang itu pilihan yang bijaksana. Tapi saya ngerti godaan untuk memaksakan "memori tentang orang tersayang" ke orang lain. So I could relate to Noah well.

2. Gaya Penulisan
Well...sebenernya sih ada sedikit masalah dengan gaya penulisan McGary yang suka repetitif itu. Misalnya tentang deskripsi fisik dan karakter Echo & Noah yang itu-itu aja dan diulang melulu (_ _").
Tapi untungnya, di Pushing The Limits McGary bercerita dengan gaya POV 1 dari sisi Noah dan Echo bergantian. Dengan begini, saya lebih bisa mengerti perasaan dan pikiran Noah dan Echo.

3. Karakternya

Saya suka cara penulis membuat karakter dua tokoh utamanya. There are so many layers inside of them.
“Are you ready to take the ACT on Saturday?" my father asked.
Did chickens enjoy being put on trucks labeled KFC? "Sure.”
- Echo Emerson-
Pada awalnya, Echo terlihat sebagai gadis cerdas nan sinis sementara Noah...yah...tipikal remaja tukang madat nan playboy. In some ways, they're unpleasant to be with :).

Tapi saat cerita berlanjut, kita dibawa untuk membuka lapisan lebih dalam dari Echo dan Noah. Ternyata, mereka hanyalah dua manusia pahit yang pernah punya masa depan cerah dan saat ini selalu menyesali semua yang telah hilang. Bisa dipahami kalo mereka jadi pahit ketika semua itu terenggut paksa.
“The worst type of crying wasn't the kind everyone could see--the wailing on street corners, the tearing at clothes. No, the worst kind happened when your soul wept and no matter what you did, there was no way to comfort it. A section withered and became a scar on the part of your soul that survived. For people like me and Echo, our souls contained more scar tissue than life.”
-Noah Hutchins-
Tepat seperti itulah mereka. Dua orang yang menangis dalam diam, namun terluka paling dalam. Dan McGary mampu menyampaikan kesedihan Echo dan Noah dengan sangat baik hingga saya turut merasakan those silent tears.

Namun bukan hanya 2 karakter utama saja yang menarik.
Saya juga suka dengan Mrs. Collins, counselor mereka. Berkat Mrs. Collins lah Echo dan Noah berani belajar untuk percaya lagi. Senang mengetahui ada sosok dewasa yg membimbing mereka.

Lalu ibu tiri Echo.
See...selama ini kita mengenal sang ibu tiri hanya via narasi Echo, so naturally kita pun sepaham dengan Echo. Belakangan saya sadar betapa salahnya membuat asumsi tanpa melihat dari sisi lain :D.
“I wrote about the person I love most, my older brother, Noah. We don't live together so I wrote what I imagine he does when we're not together."
"And what is that?" prodded the stout man.
"He's a superhero who saves people in danger, because he saved me and my brother from dying in a fire a couple of years ago. Noah is better than Batman."
-Jacob Hutchins on his winning speech-
Dan kedua adik Noah, terutama Jacob. They both stole my heart. Kedua adiknya inilah yang mencegah Noah dari kehancuran total.
Saya terharu sewaktu melihat betapa Jacob masih begitu percaya dan sayang sama Noah bahkan setelah semua yang terjadi. We all need at least someone who would trust us 100%, no matter what had happened. Glad for Noah because he has that.

4. Character Development

Ini juga satu aspek yang bikin buku ini "juara" buat saya. Karena Echo dan Noah yang ada di awal buku sungguh berbeda dengan yang di akhir.

Echo dan Noah berkembang di sepanjang buku ini, tapi perkembangan itu tidak terjadi secara instan. Gak ada satu peristiwa drastis yang memaksa mereka untuk langsung "berubah". Sebaliknya, McGary memintal adegan demi adegan, merangkai kata demi kata sehingga character development-nya Echo dan Noah terasa believable dan gak maksa.
"We all started off this way—small little bundles of joy. Me, Aires, Noah, Lila, Isaiah and even Beth. At some point, someone held and loved us, but somewhere along the way, it all got screwed up."
-Echo Emerson-
Kalimat itu emang gak begitu berkesan dibanding kutipan lain dari buku ini, tapi kalimat itu yang bikin saya ngeh betapa jauh seorang Echo berubah. Betapa Echo kini belajar melihat hal dari perspektif berbeda.
“Why is it when people are proud of me that my life sucks?” - Noah Hutchins-
“Because growing up means making tough choices, and doing the right thing doesn’t necessarily mean doing the thing that feels good.” -Mrs. Collins-
Saya gak mau bahas banyak tentang character development Noah di sini. Tapi kutipan itu semestinya cukuplah memberi tahu perubahan Noah.

5. Endingnya
“It doesn't get better," I said. "The pain. The wounds scab over and you don't always feel like a knife is slashing through you. But when you least expect it, the pain flashes to remind you you'll never be the same.”
-Noah Hutchins-
Satu bintang lagi untuk ending buku ini. Endingnya tipe kesukaan saya.
Not the kind of ending that full of sweet stuff, sunshine and roses. It's the kind of ending which told us that there are still lots of hard work ahead for Echo & Noah in terms of working through issues. But you could be sure that they would overcome whatever happens together. And that is enough :).

Kalo ada kekurangan buku ini, itu adalah rasa asing saya dengan konsep instalove-nya Echo dan Noah.
Dari sejak bertemu, langsung ada ketertarikan antara Echo dan Noah yang terus bertumbuh hingga akhir buku. Sebut itu semau anda : love at first sight, special sparks, chemistry, apapun itu. Pokoknya, saya sangsi dengan hal semacam itu. Tapi mungkin itu hanya saya sih.

Dan...sebenarnya saya heran. Sewaktu Echo dikira terluka karena mencoba bunuh diri, kenapa dia malah dikucilkan oleh teman-temannya ya? Kenapa gak ada yang simpati? What kind of cynical society we've build now? But put it aside...
Pushing The Limit tells us about many things. It's about how important it is to accept your self first before you could seek for society acceptance. It's also about learning to see each problem from different side of view.
And mainly : it's about keeping forward. No matter how bad your life is now, how deep in shit you are, just keep forward, keep moving. Because something better might come along later.

It's the kind of book that gave me heart wrenching feeling in some places, made me shed both happy and sad tears at several points in the story, but it was all worth it in the end. I finished this book smiling peacefully and hugging my ereader in bliss.

Five shiny stars for this book.

Saturday, February 2, 2013

The Rocker That Holds Me

Data Buku :
Judul : The Rocker That Holds Me
Penulis : Terri Anne Browning
Format : Kindle ebook
Rating : 3,5 out of 5 stars

Emmie dibesarkan di trailer park bersama ibu yang abuser. Sewaktu kecil, kalo dia butuh melarikan diri dari sang ibu (biasanya setiap habis dipukuli), Em akan lari ke trailer milik keluarganya Nik atau Jesse atau Shane dan Drake. Keempat rocker remaja yang berusia 10 tahun lebih tua ini telah menjadi pelindung Em sejak dia berusia 5 tahun.

Ketika Em berumur 16 tahun, ibunya meninggal. Saat itu Nik, Jesse, Shane dan Drake telah membentuk sebuah grup rock sukses bernama Demon's Wings.
Em pun diajak oleh keempat kakak angkatnya untuk ikut serta dalam tur keliling dunia mereka.

Lima tahun telah berlalu. Demon's Wings makin akrab dan femes. Emmie telah menjadi semacam manajer bagi band itu : mempersiapkan semua kebutuhan mereka, mengatur jadwal wawancara bahkan berurusan dengan para one-night-stand yang sering ngarep jadi many-nights-stand (istilah apa sih ini?).Anggota Demon's Wings sudah menganggap Emmie seperti adik mereka dan Emmie menganggap mereka kakak-nya. Kecuali untuk 1 orang.

Yep...ada 1 anggota yang diam-diam dicintai Emmie. Namun dia memilih untuk menyembunyikan perasaannya.
Hingga suatu saat Emmie sakit lumayan berat, yang memaksanya harus ke dokter. Dan sewaktu dokter memberi tahu penyebab sakitnya, Emmie sadar dia gak punya waktu lama untuk terus menyembunyikan perasaannya.

Buku ini tipis banget, cuma 99 halaman (masih bisa disebut novel gak ya?) dan ceritanya pun simpel banget, jadi saya sendiri surprise karena saya bisa suka sama buku ini. Apalagi karena sampe sekarang, mood saya masih untuk bacaan yang angsty.

Tapi saya suka dengan kerapihan jalinan cerita yang dirangkai penulisnya. Konfliknya ringan, tapi gak kacangan. Klimaks pun dibuka pada waktu yang pas.

Sejak baca sinopsisnya, saya sudah penasaran si Emmie sakit apa. Dan sepanjang baca, saya gak bisa yakin 100% sampai saat penulis mengungkapkannya.
Kayak gini pikiran saya sepanjang baca : "Ow...Emmie sakit A nih. Etapi kan cerita ini semestinya berakhir bahagia. Jadi gak mungkin ah. Apa Emmie sakit B? Tapi kok gak ada hint ke arah situ?"
Yep...buku ini memang diceritakan dari sudut pandang Emmie. Jadi si Emmie bebas nentuin mana yang mau dia ceritain, mana yang enggak. I enjoyed it though.

Tapi yang paling saya suka tuh : chemistry-nya.
Chemistry antara Emmie dan member Demon's Wings itu so sweet banget. Keliatan banget kalo mereka benar-benar sayang dan memperlakukan Emmie layaknya adik kandung.
Saya juga suka hubungan persahabatan anggota Demon's Wings  yang berasa akrab.

Namun sisi chemistry ini juga yang "kinda off" for me.
Maksudnya gini, Emmie itu akrab dengan Shane dan Drake, apalagi dengan Jesse. Terlihat jelas hubungan Emmie dengan Jesse lebih akrab dibandingkan hubungan Emmie dengan yang lain. Mereka udah seperti adik-kakak ato malah soulmate. It's undestandable if they fall for each other.

Tapi justru Nik-lah yang jadi love interest-nya Emmie, padahal chemistry mereka sebagai couple tuh kurang berasa. Daripada Nik, saya sih lebih milih Jesse jadi lead male-nya.Tapi yah...itu emang selera saya aja sih.
Masalahnya buku ini emang terlalu singkat untuk si penulis bisa explore lebih dalam chemistry yang lebih believable buat Nik dan Emmie, jadinya berasa kayak diburu-buru.

But overall sih saya sukaaaa.
Berharap banget ada kelanjutan novel ini, yang menceritakan nasib anggota band yang lain. I want more Jesse please.
And oh this book is a nice hello bye the way, Ms. Browning. :)

PS : Thanks buat temen tersayang yang niat beliin ebooknya.You do adore these rockers a lot eh? ;)

Thursday, January 31, 2013

Pengakuan SANG Secret Santa

source
*berhubung nyebut diri sendiri, boleh ya narsis dikit pake "sang"* #DikitDariManeWi?

Event tahunan BBI yaitu Secret Santa sudah akan berakhir (saya pernah menyinggung event ini di sini dan sini). Setelah kemarin rame dengan tebakan para X tentang siapa Santa-nya, maka kali ini giliran Santa lah yang membuka identitasnya. Oya buka identitas tuh bukan maksudnya pamer-pamer KTP lho yaaa #CumaLoeDoangYangMikirGituSihWi  (maap...ini emang garing).

Nah karena si X saya juga udah bisa nebak siapa santa-nya, jadi gak perlulah saya nulis namanya di sini. Ini kan waktunya saya untuk narsis, bukan dia. Hohohoho....... #DikepretSiX

Mending saya pamer riddle saya yang oh-sungguh-kacrut itu. Ini dia :
Who am I?
Reading is my passion but not so much with writing
I love books that most people think are a trash
but
Trash books that most people loved
I have profession that considered one of the oldest profession yet it never seems out of date
White coats and long nite shifts are part of my world.
Can You Guess Who I Am?
Muahaha....riddle itu sungguh penuh kode dari awal.
Reading is my passion but not so much with writing itu sebenarnya berawal dari sebuah keriaan di Goodreads. Waktu itu ada fans seorang penulis yang bete karena buku kesukaannya saya kasi review negatif. Dan karena ditantang nulis buku juga, maka terlontarlah pengakuan kalo saya emang suka baca, tapi gak doyan nulis, let alone nulis novel. Berhubung saya tahu si X mengikuti keriaan tersebut, saya kira dia akan ngeh dengan kalimat itu. *emang GR sekali ya saya* X)
 Kalo kalimat-kalimat berikutnya sih emang pasti ketebak ya. Yang demen sama buku "trash" sih (rasanya) cuma saya dan yah...profesi saya kan emang profesi tertua (bukaannn profesi saya itu bukan courtesan :p) *sapa juga yang mo nebak itu* >.<

Tapi....
Itu bukan satu-satunya riddle yang saya kirim dong. Hohoho.....
Saya mana puas sih kalo gak memanfaatkan momen apapun buat ngoceh dan narsis #plak. Jadi dengan isengnya, saya kirim satu riddle lagi ke si X. Dan inilah riddlenya :
Dear Angela,
Gemana...gemana? Surprise...surprise? Pasti iya kaaaaannnnn???
Hohoho...Santa-mu ini emang demen bikin orang terkejut ampe terjengkang. Hohohoho.....
#ditendangampesemeru

Jadi gini alasan kenapa buku ini terpisah nyampenya dari buku lain.

Pada suatu hari di bulan Desember, Santa (yang waktu itu masih jadi manusia biasa dan belum jadi Santa) lagi asik ngemil cilok di pohon (Santa juga gak ngerti kenapa ampe bisa ngemil cilok di pohon? Kenapa gak di mall aja? Ato lebih bagus lagi, di pangkuan cowok ganteng seperti David Gandhy? Entahlah...MIsteri Ilahi memang).

Anyhoo...saat Santa udah ngabisin cilok 1 lusin dan bersiap melahap cireng 1 piring, tau-tau di langit lewat kereta kuda yang ditarik 7 ekor rusa (terdengar oxymoron gak sih kereta itu?) dan ada seorang kakek tua bullet berjanggut di atas kereta sambil ketawa-ketawa hohoho...
Jelas Santa girang banget liat ada orang yang ketawa siang-siang sambil terbang pula. Horeee...Santa gak absurd sendirian.

Maka dengan semangat, Santa pun manggil-manggil si kakek tua itu. "Hoooyyyy...engkooongg...hari cerah gini mo kemane? Mending makan cireng sini ame aye," teriak Santa dengan semangat sambil melambaikan sepiring cireng yang baru matang dan masih mengebul hangat.

Si kakek melirik ke arah Santa dan bertanya....
Lho? Cuma segitu aja?
Yee...pastinya enggak doonngg. Mana narsisnya kalo cuma segitu? :p.

Tapi untuk tahu kelanjutannya, anda-anda dipersilakan untuk membaca di blognya X saya, yaitu di sini.

Dan yep benar, X saya adalah Angela Noviana, pemilik blog Harlequin Romance Reviews.
Glad to have you as my X, phie. Saya beruntung dapat X yang tahan menerima kenarsisan dan ocehan saya yang idih banget itu. :))
Jadi makasi yaaaa sudah menjadi X-ku. :D



 

Wednesday, January 30, 2013

Caldas

Data Buku :
Judul : Caldas
Judul Inggris: The Story of A Shipwrecked Sailor
Penulis: Gabriel Garcia Marquez
Penerjemah: Rizadini
Penerbit: Pustaka Sastra LKis Yogyakarta xvi + 124 hlm
Rating : 5 out of 5 stars

Jujur, saya merasa terintimidasi menulis review ini >.<
Gimana nggak, rekan saya Bang Helvry sudah membuat review yang sangat komprehensif untuk buku ini (sila baca review dia di sini). Saking komplitnya review beliau, saya gak tahu mo nulis apa lagi. Rasanya cuma kepengen nulis gini : "Untuk review yang mumpuni, sila baca review ini" sambil memberi tautan ke blog bang Helvry. Boleh gitu aja gak sih? X) #DikeplakBebi

Okeh..yuk kita mulai review ini...

Di bulan Maret 1958, seorang pelaut ditemukan terdampar di sekitar pesisir Mulatos, Kolombia.
Belakangan diketahui pelaut yang bernama Luis Alejandro Velasco itu adalah awak dari kapal Caldas, sebuah kapal perusak milik Kolombia.
Sekitar sepuluh hari yang lalu,  Caldas dihantam ombak besar yang menyebabkan beberapa awaknya terlempar ke laut. Sudah dilakukan pencarian untuk menemukan kru Caldas yang hilang, namun tak membawa hasil.

Karenanya, Luis Alejandro Velasco pun disambut bak pahlawan. Semua mengelu-elukan kemampuannya bertahan hidup selama 10 hari di lautan hanya dengan air laut, beberapa kartu nama, sebuah jam tangan, dan sebuah kunci. Dan biar saya tekankan : tanpa makanan! (Well...itu kalo burung camar mentah gak dianggap makanan).
Dengan segera, Velasco menangguk popularitas. Dia muncul di tv nasional untuk bercerita tentang petualangannya, dikontrak sebagai bintang iklan mulai dari iklan jam tangan hingga sepatu.

Adalah kejutan bagi pihak surat kabar El Espectador ketika suatu hari Velasco muncul di kantor mereka dan menawarkan untuk menceritakan kisah sebenarnya. Pada awalnya pihak redaksi tak tertarik. Sudah satu bulan berlalu sejak perisitiwa menghebohkan itu, sudah banyak pula kisahnya beredar. Untuk apa mereka menyiarkan berita usang?
Tapi direktur El Espectador punya pendapat lain. Dia yakin ada hal-hal yang belum terungkap dari kisah-kisah yang sudah beredar tentang Velasco. Maka ditugaskanlah Gabriel Garcia Marquez (yang waktu itu masih jurnalis muda) untuk menuliskan petualangan Velasco.

Saya sudah penasaran dengan buku ini sejak membaca review Bang Helvry itu (saya emang suka kisah non fiksi macam gini sih). Rasa penasaran itu semakin bertambah waktu baca bab "Pengantar Penulis Kisah di Balik Cerita" dan Garcia Marquez menulis begini :
"Kami tidak menyadari bahwa ketika kami mencoba menggali petualangan itu menit demi menit, penyelidikan kami yang mendalam dan terus menerus itu justru membawa kami pada petualangan baru yang menimbulkan kegemparan sehingga si pelaut harus melepaskan gelar kehormatan yang dianugerahkan kepadanya, dan aku nyaris dikuliti hidup-hidup."
Wow...apa yang terjadi? Kenapa Velasco dan Marquez sampai harus mengalami kejadian seperti itu? Seamis apakah misteri yang tersembunyi di balik tenggelamnya awak Caldas?
Dan rasa penasaran ini mencapai puncak ketika di halaman berikutnya Marquez menuliskan ini :
"Kekagetanku yang kedua, dan yang lebih mengekutkan, ketika aku meminta Luis Alejandro Velasco menggambarkan badai yang menyebabkan malapetaka itu. Menyadari bahwa pernyataannya sangat berharga, ia menjawab sambil tersenyum, "Tidak ada badai,kok." "
Happpaaahhhhh? O__o
Gak ada badai? Kalo nggak ada badai, gimana bisa kapal besar dan stabil seperti Caldas sampai mengalami guncangan sebesar itu?
Maka dengan penuh semangat saya meneruskan baca buku ini.
Dan...

Well....sebelum lanjut, sebaiknya saya kasi tahu kalo Marquez sebenarnya sudah menjawab kedua pertanyaan itu di bab Pengantar Penulis. Tapi dengan ngototnya saya masih berharap akan ada cerita lebih lanjut mengenai skandal di balik tenggelamnya kapal ini.

Ternyata, harapan saya gak terpenuhi X).
Fokus cerita di buku ini hanyalah kisah Velasco bertahan hidup selama 10 hari dan benar-benar hanya itu. Jangan mengharap ada yang bisa dijadikan renungan spiritual ala Life Of Pi ato kisah dramatis dengan bola voli seperti di Cast Away.
Yang ada di buku ini adalah perasaan Velasco menghadapi hari-hari panjang membosankan, strateginya agar tidak sampai mati kehausan (minum air laut terlalu banyak bisa berbahaya) dan mati kelaparan, triknya bertahan agar tak diserang hiu serta harapan dan putus asa yang menderanya silih berganti.

Mungkin terdengar membosankan, tapi begitulah realita. Saya bisa membayangkan, kalo suatu saat saya terlunta di laut (amit-amit!) seperti Velasco, saya juga gak bakal ribet berkontemplasi memikirkan hikmah musibah ini apalagi  ampe kepikiran bersahabat sama bola voli. Yang akan  ada di pikiran saya hanyalah gimana caranya bisa survive. Dan bila semua usaha survive saya gagal, yaaa...pasrah pada nasib, persis seperti yang dilakukan Velasco. Karenanya, walopun buku ini terasa kurang dramatis dibanding buku sejenis, bagi saya buku inilah yang akan lebih berguna bila anda harus terombang-ambing seperti Velasco. Seenggaknya, trik Velasco di buku ini bisa anda coba terapkan.

Saya juga mesti berkomentar tentang gaya penulisan Marquez. Woah....gaya penulisannya indah sekali. Bayangin aja, petualangan yang (kalo disadari) sebenarnya membosankan itu bisa ditulis dengan asyik dan seru sehingga saya gak merasa bosan sama sekali. Malah saya terus penasaran membaca hingga lembar terakhir. Penulisan Marquez begitu jelas dan deskriptiv hingga saya ikut merasakan terlunta di laut bersama Velasco, bisa merasakan hawa panas dan bau garam laut serta berbagi keputusasaan dengannya.

Seandainya bukan Marquez yang menuliskan kisah ini, saya gak yakin saya bisa cepat menyelesaikan buku ini. Kalo seperti inilah cara Marquez menulis, maka saya jadi penasaran baca buku-buku beliau yang lain. Kudos juga harus disertakan kepada penerjemah buku ini. You did a great job in translating this book.

Oya ada satu kalimat yang "kena" banget buat saya di buku ini. Hasil dari perenungan dan puncak keputus asaan Valdez, dan itu adalah kalimat di halaman 87 ini :
"...sembari merasa putus asa dan marah pada kenyataan bahwa mati ternyata lebih sukar dibandingkan terus bertahan hidup."
Yep...indeed.
Sepanjang masa tugas saya, entah berapa kali saya ketemu pasien yang sakit begitu lama dan parah hingga mereka berpikir ingin mati saja. (Bahkan saya pernah bertemu pasien kanker yang menolak minum pain killer. Soalnya dia berpikir dengan membuat dirinya kesakitan, dewa maut akan lebih cepat datang). Tapi pada akhirnya mereka masih bertahan untuk waktu yang cukup lama.
Apa karena umur mereka panjang? Iya sih #lah X)
Tapi juga karena manusia itu punya naluri dasar untuk mempertahankan hidup. Dan naluri itu akan bertambah kuat, saat ajal terasa mendekat.

Itu sebabnya, terkadang pasien yang kondisinya kritis, sempat menunjukkan perbaikan walau sekejap. Di ICU, sudah sering saya lihat pasien yang koma tiba-tiba tensinya naik atau heart rate-nya meningkat, sebelum kemudian menurun secara perlahan dan akhirnya meninggal. I think that's their last attempt on struggling for their life though they did it unconciously.

Lalu bagaimana dengan mereka yang secara sadar mengakhiri hidup mereka? Saya sih meragukan mereka memilip opsi bunuh diri itu secara "sadar".
Tahukah berapa jumlah kasus percobaan bunuh diri? Menurut American Foundation for Suicide Prevention, di US pada tahun 2010 hampir satu juta orang yang mencoba bunuh diri, sementara yang "sukses" dan dinyatakan mati karena bunuh diri "hanya" sekitar 38 ribu kasus atau 3,8%.
Bisa menebak alasannya?
Karena (menurut para survivor), di momen hidup (yang semestinya) terakhir itu, mereka merasa gentar dan insting alami untuk mempertahankan diri pun muncul. Maka secara refleks, mereka akan berusaha menghentikan tindakan apapun yang mereka lakukan untuk memutus nyawa.
And that's why, drinking poison for a full bottle or cutting wrist and let the body runs out of blood could only happen in the movie or to those with severe mental problem.

The world is a mixed of paradox, isn't it?
There I was reading a true story about a man stranded for 10 days in the sea and fighting so hard for his own life, then I read about this suicide statistic report.
And I wonder, for these 3,8% who succesfully committed suicide, while they were in the process of killing themselves, did that instinct of surviving ever kick in even for just one second? While they were falling down after they jumped off the high building, did they ever try to grasp for something? And for those who shot themselves with firearm, were their hand shaking when they're about to pull the trigger?
Well I hope the answer is no.
Because it's so teriffying to fight for something that you know would be gone from you in the end since it was already too late.
For those 3,8%, I hope they could spend the final seconds of their life in peace from knowing that finally they've got what they were desperately seeking for : death.
Don't you think so?

===================================================

Seperti yang udah diceritakan di sini, buku ini adalah pemberian dari Santa BBI melalui program Secret Santa. Saya dapat 2 buku sebenarnya : Caldas yang ini dan The New Life-nya Orhan Pamuk.
Dan seperti yang udah saya ceritakan juga, saya sempat bingung nentuin siapa santa saya. Soalnya sang santa yang baik kasi riddlenya kayak gini :
"Aku berfoto dengan salah satu buku dlm paket ini.
Happy reading and blogging
Your Santa,"
Dan setau saya ada 2 orang member BBI yang pernah berfoto dengan buku hadiah dari Santa.

Bang Helvry dengan Caldas
Teh Indri dgn New Life
Saya udah kepikir lempar koin aja daripada ribet X).
Tapi gak percuma dong saya jadi Sherlockian dan Conan-ers (istilah apa ini?). Kalo ada satu hal yang saya pelajari dari mereka berdua, itu adalah untuk memperhatikan detail sekecil apa pun.
Jadi saya pun memerhatikan baik-baik kertas yang dipake untuk menulis riddle. Ternyata kertas ini dari buku notes, semacam notes yang sering dihadiahkan sebagai bonus suatu produk. Dan di bagian atas kertas itu, ada tulisan terembos kayak gini :
Johan Yan - Poor Is Sin
dan di bagian bawah kertas tertulis gini :
Total Quality - Johan Yan

Hoh? Apa itu Poor Is Sin? Siapa itu Johan Yan?
Setelah googling, ternyata itu judul buku rohani yang ditulis oleh Johan Yan toh. Melihat profil kedua "tersangka" sih, sepertinya lebih cocok ditebak kalo Bang Helvry Sinaga-lah Santa saya. Bener gak nih, Bang Helvry?
Kalo bener, nanya dong : "Sebelumnya ngeh nggak kalo Teh Indri pernah berfoto dengan buku Pamuk? Dan pemilihan kertas buat nulis riddle itu sengaja ato nggak?"

Makasi ya buat bukunya, Bang Helvry (pede kalo Santa-nya Bang Helvry). Terutama buat Caldas ini. Soalnya aku pernah nyari sendiri buku ini dan gak nemu. I know it's hard to find. Ato jangan-jangan malah ini diambil dari koleksimu? Woaa....makasi banget kalo iya *GR tak terkira* :)).
Lalu semoga review ini "cukup" untukmu. Saya masih ingat soalnya reply-anmu atas komenku di review Caldas-mu, dan honestly itu bikin saya tertantang sekaligus terbeban buat mereview. Huahahaha.... X)
Yah kalo ada kesalahan mohon dimaafkan karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan semata dan kesalahan adalah sepenuhnya milik saya. #eaaaa #MendadakSyariah 
Makasi juga buat Oky dan Ndari yang udah bikin event seru kayak gini.

Untuk melihat tebakan riddle peserta Secret Santa lainnya, go to here : Kumpulan Sinopsis Untukmu

Friday, January 25, 2013

Harry Potter & The Philosopher's Stone


Data Buku
Judul : Harry Potter & The Philosopher's Stone
Penulis : JK Rowling
Penerbit :  Bloomsburry Publishing
Bahasa : Inggris
ISBN : 9780747532743
Rating : 5 out of 5 stars

Wow...nggak kerasa sudah 15 tahun sejak saya kenalan sama Harry Potter dan terpesona pada dunia buatan Madame Rowling ini. Saya tahu kalo saya mestinya bikin review, tapi sebelum itu, rasanya pengen nostalgia saat pertama kenalan sama bocah dengan luka berbentuk petir ini.

Saya pertama ketemu Harry Potter di Bras Basah, sekitar akhir 1997. Saat itu saya sedang asyik memilih-milih buku bekas ketika shopkeeper-nya menawari saya buku ini. Dia berpromosi kalo ini buku bagus banget dan sayang banget kalo ampe gak saya beli. Dia juga bilang kalo Harry Potter ini lagi happening banget di Inggris sana.

Waktu itu saya kenal internet cuma sebatas email dan chatting doang, gak pernah browsing. Saya pun bukan tipe yang langganan majalah ato koran, jadi saya benar-benar gak tahu kalo ada buku berjudul Harry Potter yang lagi booming. Saya malah curiga kalo buku ini adalah buku jelek yang gak laku. Ya logikanya aja, kalo emang tuh buku buagus banget kok udah ada yang jual second-nya di Bras Basah? Dan kalo emang laris buanget, kenapa juga si shopkeeper maksa-maksa saya buat beli? Tebakan saya sih ini buku gak laku dan si shopkeeper mo nepu saya (Oh...how stupid I was).
Akhirnya buku Harry Potter 1 itu saya beli juga karena sang shopkeeper menjamin saya boleh tukar dengan buku lain kalo nggak puas. Dan begitulah awalnya saya kenal sama Harry Potter.

Rasanya saya gak perlu menulis sinopsis buku ini ato bahkan memberi tahu buku ini termasuk dalam genre apa. I mean, seriously? Sudah 15 tahun lebih sejak demam Harry Potter melanda dunia, it's been all over the news. Kalo bahkan ampe detik ini Anda nggak tahu garis besar cerita Harry Potter, berarti Anda emang gak berminat sama buku ini. Then why bothers now? ;)
Jadi lebih baik saya membahas apa yang saya rasakan sewaktu membaca kembali buku ini setelah 15 tahun berlalu.

Yang pertama saya rasa sih "aura"nya yang beda. Sewaktu pertama baca Harry Potter dulu, teman-teman saya gak ada yang ngeh sama buku ini (yah sebenernya ampe sekarang temen saya yang baca buku ini juga sedikit sih :| ). Jadi saya heboh sendiri, bahas buku ini sendirian (dan dapat tatapan loe-ngomong-apa-sih dari teman-teman) bahkan fangirling pun sendirian #kasian. Sekarang ini, berkat GR dan BBI, saya jadi kenal banyak orang yang juga ngefans sama Harry Potter bahkan ampe baca bareng. Jelas vibe-nya beda banget. Dan itu menyenangkan. Horeeeee....saya masuk golongan mainstream #hehe.

Yang kedua, saya mengubah pandangan saya tentang Harry di buku pertama. Awal baca dulu, saya beranggapan Harry ini kepo banget. "Kenapa sih pusing banget sama kemungkinan Sorcerer Stone dicuri sama Voldemort? Kenapa gak kirim Hedwig aja ke Dumbledore sih buat warning?"-- itu adalah pertanyaan saya dulu.
Sekarang saya ngerti kenapa.
Seperti yang dibilang Harry, Dumbledore tahu bahwa Harry butuh untuk mencoba melawan karena pertarungan dengan Voldemort itu personal untuk Harry. Gimana pun, Voldemort lah yang membunuh orangtua Harry. Dan Harry sadar kalo Voldemort bisa kembali menyerang dia.

Tapi terutama, karena Harry sadar bahwa kembalinya Voldemort dapat membuat dia kehilangan dunia sihir.
He was nothing in the muggle world. Gak puna siapa pun dan apa pun. Lalu dia menemukan semuanya di dunia sihir : sahabat, kebahagiaan dan terutama : penerimaan. Penerimaan yang tak pernah dia dapatkan sebelumnya. Gak heran kalo Harry berkeras mempertahankannya. I'd do the same if I were him. I'd fight the nastiest wizard if I have to in order not to let something most precious being taken from me. So I could understand Harry's determination to fight Voldemort even when he's still a kid.

Ketiga, ternyata saya sudah suka Ron dari buku ke 1 X).
Jangan salah, dari trio itu Ron memang favorit saya kok. Saya suka Ron karena kalimatnya yang witty dan rada sarkastis, belum lagi sindirannya yang tajam. Tapi kualitas itu baru keliatan di buku kedua (ato malah ketiga?). Yang pasti bukan di buku pertama.
Dulu saya gak ngerti apa yang bikin saya bersimpati sama Ron sejak awal. Sekarang saya tahu. Karena Ron orang pertama yang "menerima" Harry. Dia gak meremehkan Harry seperti yang dilakukan Malfoy, tapi dia juga gak memujanya secara berlebihan. Dia menganggap Harry sama normalnya dengan dia, and that's enough.

Keempat, saya makin kagum dengan persahabatan Ron dan Hermione. They're true bestfriends.
Tanpa ragu Ron dan Hermione menemani Harry untuk melawan Voldemort walopun mereka tahu resikonya. I mean, saya ngerti kesetiaan Ron dan Hermione pada Harry di buku ke-7. They've come a long way. Tapi di buku 1? Saat mereka baru kenal 1 tahun kurang serta belum ngeh seberapa parah kondisinya kalo Voldemort kembali berkuasa? That's great.
“It takes a great deal of bravery to stand up to our enemies, but just as much to stand up to our friends.”
-Albus Dumbledore-
Kelima, perubahan karakter Neville kerasa banget ya. Neville yang penakut dan gak berani membela dirinya sungguh berbeda dengan Neville di buku ke-7. I forgot how awkward, clumsy and shy Neville was. But let's talk about him on the later book.

Keenam,  wow...penerjemah Harry Potter ini keren sekali ya.
Saya sudah pernah sih baca versi Inggris dan terjemahan buku ini (untuk reread yang ini, saya baca versi Inggrisnya lagi), dan dari dulu memang saya tahu penerjemahnya emang canggih. Tapi baru sekarang saya benar-benar ngeh..
Mirror of Erised diterjemahkan Cermin Tarsah. Erised yang merupakan anagram dari desire,  diterjemahkan jadi tarsah yang anagram dari hasrat. Wow! Dan setelah saya googling, saya dapat info kalo sebenarnya ide Tarsah ini baru kepikir belakangan, menjelang bukunya turun cetak. Karena sang penerjemah berkeras mesti ada padanan yang tepat untuk "erised". Dan iya, beliau emang bener karena erised dan tarsah adalah padanan yang cocok.

Ketujuh, hmm....saya tetap gak ngerti kenapa Professor Quirrell gak bisa menyentuh Harry hanya di bagian akhir buku ini? Waktu awal cerita, Harry bertemu Prof. Quirrell di Diagon Alley dan saat itu mereka sudah berjabat tangan. Kok saat itu tangan si Quirrell gak melepuh ya? Padahal sudah jelas kalo Voldemort telah "nebeng" di tubuh Quirrell saat itu.

Kedelapan, saya makin kagum deh sama JK Rowling.
Oke...saya tahu kalo JKR emang banyak menggunakan bantuan mitos, legenda ato apalah itu dalam ceritanya. So it's not really original. Tapi toh emang gak ada formula yang benar-benar baru. Yang penting sih gimana Rowling bisa meramu bahan yang ada. And she's really good at it.

Tapi yang sebenarnya keren dari Rowling adalah : dia benar-benar paham karakter pembacanya.
I guess in some points of our life, even if it's just for one time, we ever felt like Harry, who's a misfit and wishing to go to some place new where we could start everything from the scratch or becoming a different people. But not everyone could do that. Apparently Harry is one of those lucky people.
Reading Harry's journey gave me happiness. Happiness that comes from knowing that at least there's one person in this world who could fulfill his dreams.  It also gave me some hopes that in the end everything will be fine for me too. If this boy whose life was much more miserable than me finally found what he always wanted, how could I not? :)

Dan Rowling juga dengan cerdasnya memilih setting di Inggris, suatu tempat yang masih bisa terjangkau dan karenanya masih terasa "dekat". Bukannya tempat jauh antah berantah seperti di Middle Earth sana, atau dunia magic namun tak terjangkau seperti Abarat. Terlibatnya kaum manusia non sihir (aka muggle) juga tempat-tempat di Inggris seperti stasiun King's Cross membuat cerita ini makin terasa dekat di hati, membuat kita (oke...sebenernya sih saya) berani berharap bahwa suatu saat nanti saya juga bisa dapat..ehem...surat saya sendiri.
Seorang teman saya bahkan sampe mencoba menekan pilar di tempat yang semestinya jadi peron 9 3/4 waktu dia lagi ada di King's Cross dan waktu salah seorang petugas di sana melihat kelakuan teman saya, si petugas bilang : "You're not the first person who tried looking for that platform."
Bhahak....ternyata banyak yang bermimpi ke Hogwarts eh? ;)

Dan alasan kenapa saya kasih 5 bintang walopun saya mengakui kalo cerita di buku ini masih kalah spekta dibanding buku-buku berikutnya?
Karena ini adalah buku pertama. The one that started it all. Buku ini juga yang bikin saya kenal dan jadi langganan (sampe sekarang) sama sebuah toko di Bras Basah itu. It's always nice to find a new friend because of one certain book.

Lastly, just wanna say this :  for you all who feel like you don't fit in, who wished for a magical school, or secret garden or magical cupboard that could open secret passage to magical land and still secretly keeping those wish alive :  keep on wishing. Keep on hoping. Who knows, maybe your "letter" is on its way now :)

PS : Review ini diikutkan untuk event Hotter Potter, Books In English Reading Challenge dan FYE Children Lit Fun Months 1 untuk kategori Award Winner. Beberapa award yang dimenangkan buku ini bisa dilihat di link berikut.

Umur yang cocok untuk membaca buku ini adalah 12 tahun ke atas.

Thursday, January 24, 2013

New Authors Reading Challenge




Iyak....seakan belum ngerasa cukup dengan reading challenge tahun ini, saya pun mendaftarkan diri dalam challenge Ren dari Ren's Little Corner ini.

Syarat challenge ini gak ribet kok. Peserta cuma diharuskan membaca minimal 12 buku dari penulis yang karyanya belum pernah dibaca sebelumnya.
Dan kebetulan challenge ini pas dengan resolusi saya tahun ini yaitu : mengurangi timbunan ebook. Soalnya di koleksi ebook saya emang banyak buku karya penulis-penulis yang tulisannya emang belum pernah saya baca. Level yang saya pilih adalah Middle (12-20 buku), mudah-mudahan bisa naik lagi.

Untuk bulan Januari saya udah baca 3 buku dari penulis yang "baru" buat saya :
1. Natasha Anders - The Unwanted Wife
2. Charles Sheehan Miles - Just Remember To Breathe (review menyusul)
3. Kathy McGarry - Pushing The Limits (review menyusul)

Tertarik ikutan challenge Ren ini? Silakan langsung klik button di atas untuk baca keterangan lengkapnya.

Saturday, January 12, 2013

Where The Sidewalk Ends

Judul : Where The Sidewalk Ends
Penulis : Shel Silverstein
Penerbit : Harper Collins Children Books
Tahun Terbit : 2002 (Pertama terbit tahun 1974)
Bahasa : Inggris
Format : Hardcover
Rating : 5 out of 5 stars

Dr. Seuss dan Shel Silverstein akan selalu menjadi 2 penulis anak favorit saya. Tapi kalo hanya boleh milih satu di antara mereka, dengan pasti saya akan memilih : Shel Silverstein.Saya juga gak ngerti kenapa nama beliau kurang femes (at least kalah femes dibanding Dr. Seuss #AgakSalahSihBandinginnya). Saya juga gak ngerti kenapa buku-bukunya sempat di-ban dulu. Apa yang salah sih? I mean, saya sudah jatuh cinta sama Silverstein sejak pertama saya dihadiahkan bukunya oleh Ayah waktu SD dulu. Kalimat-kalimatnya simpel, tapi poetic. Ilustrasinya pun gak ribet, bersih dan enak dipandang. Jadi kenapa karya-karyanya (dulu) dilarang beredar bahkan sampe dibakar?

Dari hasil googling, saya dapat info kalo alasan banned-nya, indeed, stupid dan gak adil.
Ada yang bilang alasan beberapa perpustakaan sekolah keberatan bukanlah karena bukunya, namun karena Shel Silverstein sendiri. Profesi lain beliau yang adalah kartunis Playboy membuat beberapa pihak berpendapat dia gak pantas menulis cerita anak. Saya gak ngerti, apa yang salah dengan itu? Gak bolehkah seorang penulis cerita anak juga menjadi kartunis majalah dewasa?
Dengan logika yang sama, JK Rowling juga gak boleh dong menulis novel genre dewasa seperti The Casual Vacancy? Bersyukurlah Rowling tidak berkarir di jamannya Silverstein. (eh tapi dipikir-pikir Harry Potter juga sempat di-banned yaa. Engg...) :s

Alasan kedua lebih gak adil lagi. Beberapa beranggapan wajah Silverstein terlalu seram sebagai pengarang buku anak. Karena itu, semestinya wajah dia gak boleh ada di back cover buku.
Eng....
Emang sih dia terlihat seperti tokoh antagonis, tapi sejak kapan kita boleh judge people based on their looks? Dan masak iya pelajaran kayak gitu yang mo diajarin ke anak-anak?

Dua alasan di atas memang bukan alasan resmi. Itu hanya argumen dari beberapa orang aja. Alasan resmi yang dikeluarkan untuk melarang buku Silverstein sendiri ada beberapa. Khusus untuk Where The Sidewalk Ends, alasannya adalah : "promotes drug use, the occult, suicide, death, violence, disrespect for truth, disrespect for authority, and rebellion against parents."
Dan sekali lagi saya heran. Drug use? Occult? Violence? Disrespect? Rebellion? Yang mana sih?

Ternyata, puisi Dreadfull inilah yang dikritik karena dianggap mengandung death dan violence.
Someone ate the baby,
It’s rather sad to say.
Someone ate the baby
So she won’t be out to play.
We’ll never hear her whiney cry
Or have to feel if she is dry.
We’ll never hear her asking “Why?”
Someone ate the baby.
Someone ate the baby.
It’s absolutely clear
Someone ate the baby
‘Cause the baby isn’t here.
We’ll give away her toys and clothes.
We’ll never have to wipe her nose.
Dad says, “That’s the way it goes.”
Someone ate the baby.
Someone ate the baby.
What a frightful thing to eat!
Someone ate the baby
Though she wasn’t very sweet.
It was a heartless thing to do.
The policemen haven’t got a clue.
I simply can’t imagine who
Would go and (burp) eat the baby.
Death? Iya memang. Violence? Nanti dulu.
Gak benar-benar ada tindakan ate-the-baby di puisi itu kok. Sepertinya yang terjadi adalah entah si bayi hilang diculik ato meninggal. Pemikiran si bayi dimakan hanyalah pemikiran anak kecil yang lugu.
Kematian? Mungkin dirasa terlalu dini bagi seorang anak kecil untuk mengenal kedua hal tersebut. Tapi kematian adalah bagian dunia kita. Selama kita hidup, entah berapa kali kita akan bertemu dengannya. Asal dibimbing, gak ada salahnya anak kecil mengenal ugly truth itu sejak dini.

Atau puisi ini yang dimaksud dengan rebellion against parents?

source
Ah tapi kan Sarah Cynthia Silvia Stout mendapat ganjarannya di akhir. Toh Silverstein sudah berpesan jangan lupa buang sampah.

Puisi pembuka buku ini sebenarnya sudah menunjukkan siapa yang "cocok" membaca buku ini.
INVITATION
If you are a dreamer, come in.
If you are a dreamer, a wisher, a liar,
A hope-er, a pray-er, a magic bean buyer…
If you’re a pretender, come sit by my fire
For we have some flax-golden tales to spin.
Come in!
Come in!
See? Hanya para pemimpi, pengharap, pembohong, pendoa, pembeli kacang ajaib dan penipu yang diundang membaca buku ini. In short, tipe orang-orang yang menikmati sesuatu yang gak biasa dan tidak mengartikan segala yang tertulis secara harfiah.

Ah kalo mo dibahas satu-satu, rasanya saya bakal selalu nemu alasan untuk membela Silverstein X).
Makanya, sebaiknya anda baca sendiri buku ini dan sila tentukan pendapat anda sendiri.
Buat saya sih, syukurlah buku ini sudah gak di-banned lagi.
Kenapa?
Karena kalo buku ini di-banned, maka generasi jaman sekarang gak kenal puisi-puisi dengan witty humour ala Silverstein.
Seperti puisi "Early Bird" ini :
Oh, if you’re a bird, be an early bird
And catch the worm for your breakfast plate.
If you’re a bird, be an early early bird-
But if you’re a worm, sleep late.
Ato puisi yang witty tapi juga sedikit dark seperti puisi Magical Eraser ini :
She wouldn’t believe
This pencil has
A magical eraser.
She said I was a silly moo,
She said I was a liar too,
She dared me prove that it was true,
And so what could I do-
I erased her!
Tapi favorit saya dari buku ini adalah Hug O' War yang mengajak anak-anak untuk bermain hug o' war instead of tug o'war dan secara gak langsung mengarah ke...world peace (?)
I will not play at tug o’ war.
I’d rather play at hug o’ war,
Where everyone hugs
Instead of tugs,
Where everyone giggles
And rolls on the rug.
Where everyone kisses.
And everyone grins.
And everyone cuddles.

And everyone wins.
Dan Ourchestra yang mengajarkan bahwa kebahagiaan itu bisa didapat dari hal-hal sederhana dan bahkan dari diri kita.
So you haven’t got a drum, just beat your belly.
So I haven’t got a horn-I’ll play my nose.
So we haven’t any cymbals-
We’ll just slap our hands together.
And though there may be orchestras
That sound a little better
With their fancy shiny instruments
That cost an awful lot-
Hey, we’re making music twice as good
By playing what we’ve got!
Lalu yang paling favorit dan paling keren buat saya adalah Listen To The Musn'ts.
Listen to the MUSTN’TS, child.
Listen to the DON’TS
Listen to the SHOULDN’TS
The IMPOSSIBLES, the WON’TS
Listen to the NEVER HAVES
Then listen close to me-
Anything can happen, child,
ANYTHING can be.
Karena di puisi ini, Silverstein memberi tahu bahwa semestinya kita memang patuh pada hal-hal yang musn't, don't dan shouldn't. Semestinya, tapi toh tak selalu harus seperti itu. Since anything really can happen then it's okay to have different opinion though because there are more options than just two polar opposites. So just keep doing what you think is right and care little about the musn'ts.

So how? Menarik kan rangkaian kata milik Silverstein? Dan bisa terasa kan in-depth-meaning dari puisi-puisinya?
Itu satu hal yang paling saya suka dari Silverstein, kemampuannya menyamarkan hal yang "dalam" menjadi ringan dan mudah dicerna. Pertama kali baca karya Silverstein sewaktu masih anak-anak dulu, saya tertawa pada kelucuannya yang bizarre. Tapi membacanya sekarang ini, membuat saya merenungkan makna tersembunyi dalam karya Silverstein.
Bagi saya, itulah hebatnya beliau, mampu membuat sebuah karya yang bisa dinikmati sewaktu kita masih kanak-kanak bahkan hingga kita dewasa.

Kalo ditanya rentang usia berapa yang cocok membaca buku ini, saya bilang sih bisa untuk anak semua umur yang sudah bisa membaca. Tapi untuk bisa menangkap pesan-pesan Silverstein ato paling tidak mengapresiasi kelucuannya, maka saya menyarankan buku ini dibaca anak-anak berumur 8 tahun ke atas.


Postingan ini diikutkan dalam Fun Year Event with Children Literature untuk Fun Months 1. Buku ini masuk dalam kategori Award Winner.
Sejumlah award yang pernah dimenangkan buku ini :
- New York Times Outstanding Book Award (1974)
- Michigan Young Readers' Award (1981)
- George C. Stone Center for Children's Books Recognition of Merit Award (1984)
- Golden Archer Award for Intermediate (1996)